Menghafal Al-Qur'an & Tidak Melupakannya

Dalam kajian tahsin beberapa waktu yang lalu, pak Ustadz memberikan tips untuk membuat kemampuan membaca al-Qur'an kita menjadi lebih baik. Salah satunya adalah dengan membaca al-Quran satu atau beberapa ayat saja per hari. Hal ini dimaksudkan agar pada waktu membaca ayat tersebut, kita melakukan analisa tentang sifat-sifat hurufnya, memperbaiki makharajul hurufnya, penyambungan antar kata yang lancar, dan tentu saja tajwid yang benar. Beliau mengatakan, cara ini adalah seperti yang ditempuh oleh orang yang akan belajar menghafal al-Qur'an.

Beberapa minggu aku mencoba mempraktekkannya dengan tujuan untuk memperbaiki bacaan al-Qur'an ku sekalian juga mencoba menghafal beberapa ayat al-Qur'an. Alhamdulillah cara itu cukup membantu untuk mencapai kedua tujuan tersebut.

Tapi untuk menghafal al-Qur'an, apalagi di usia seperti ini, ternyata ujiannya cukup banyak. Selain memory di kepala yang selalu dimasuki rutinitas pekerjaan sehari-hari, juga banyak hal-hal lain yang membuat bacaan yang sudah dihafalkan, terlupa bahkan hilang dari memory.

Seorang teman diskusi menyarankan, untuk rutin memelihara bacaan. Jika ada waktu luang, daripada digunakan untuk sesuatu yang gak bermanfaat, lebih digunakan untuk mengulang-ulang hafalan tersebut serta mencocokkan hafalan kita melalui Ustadz atau bisa juga mp3 murottal. Ditambah lagi bersabar dan istiqomah.

Seorang teman lagi memberikan tips juga, agar mengurangi mendengarkan lagu-lagu atau musik. Mengapa demikian? menurutnya dikarenakan musik & lagu yang kita dengar baik di radio, televisi, dll sebagian besar berbicara tentang percintaan, asmara, dll yang dapat membangkitkan nafsu. Jadi bagaimana mungkin kita dapat menghafal al-Qur'an atau memelihara hafalannya dengan baik apabila memory di otak kita selalu terisi dengan rekaman yang membangkitkan nafsu tsb.

Well...., apa yang disampaikan teman-teman tadi merupakan masukan yang berguna sekali. Dan setelah mencoba mempraktekannya sedikit demi sedikit, apa yang mereka sampaikan adalah benar adanya.

Dan ternyata memang menghafal al-Qur'an itu berat dan lebih berat lagi untuk memeliharanya, apalagi di tengah-tengah banyaknya ujian yang datang untuk membuat hati dan pikiran kita tidak lagi bersih.

Dan benarlah apa yang disabdakan Rasulullah SAW dalam haditsnya :

Abu Musa ra. berkata bahwa Nabi SAW bersabda "Jagalah al-Qur'an ini karena demi jiwa Muhammad yang ada di tangan-Nya, ia lebih cepat lepas dari lepasnya unta dari talinya." (muttafaq'alaih).

Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda "Sesungguhnya perumpamaan penghafal al-Qur'an adalah seperti pemilih unta yang terikat. Jika ia menjaganya, maka unta itu tetap terikat, namun jika ia melepaskannya, maka unta itu akan hilang." (muttafaq'alaih).



Fatwa-Fatwa Haramnya Rokok

Sumber : http://www.halalguide.info/

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

ImageMerokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i'tibar (logika) yang benar. Allah berfirman (yang artinya), "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan." (Al-Baqarah: 195).

Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat di atas adalah merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.

Sedangkan dalil dari As-Sunah adalah hadis shahih dari Rasulullah saw. bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang mengandung kemudharatan.

Dalil yang lain, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340).

Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari'at, baik bahayanya terhadap badan, akal, ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.

Adapun dalil dari i'tibar (logika) yang benar yang menunjukkan keharaman rokok adalah karena dengan perbuatan itu perokok mencampakkan dirinya ke dalam hal yang menimbukan bahaya, rasa cemas, dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentu tidak rela hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisinya, dan demikian sesaknya dada si perokok bila tidak menghisapnya. Alangkah berat ia melakukan puasa dan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu menghalagi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang saleh karena tidak mungkin mereka membiarkan asap rokok mengepul di hadapan mereka. Karena itu, Anda akan melihat perokok demikian tidak karuan bila duduk dan berinteraksi dengan orang-orang saleh.

Semua i'tibar itu menunjukkan bahwa merokok hukumnya diharamkan. Karena itu, nasehat saya untuk saudara-saudara kaum muslimin yang masih didera oleh kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalkannya. Sebab, di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah, mengharap pahala dari-Nya dan menghindari siksaan-Nya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkan hal tersebut.

Jawaban Atas Berbagai Bantahan

Jika ada orang yang berkilah, "Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam kitabullah ataupun sunah Rasulullah saw. perihal haramnya rokok."

Maka, jawaban atas penyataan ini adalah bahwa nash-nash Alquran dan sunah terdiri dari dua jenis;
1. Jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah yang mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga hari kiamat.
2. Jenis yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada suatu itu sendiri secara langsung.

Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Alquran dan dua hadis yang kami sebutkan di atas yang menunjukkan keharaman merokok secara umum meskipun tidak diarahkan secara langsung kepadanya.

Sedangkan untuk jenis kedua, adalah seperti fiman Allah (yang artinya), "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (dagig hewan) yang disembelih atas nama selain Allah." (Al-Maidah: 3).

Dan firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu." (Al-Maidah: 90).

Jadi, baik nash-nash itu termasuk jenis pertama atau kedua, ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pengambilan dalil mengindikasikan hal itu.

Sumber: Program Nur 'alad Darb, dari Fatwa Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, dari kitab Fatwa-Fatwa Terkini 2.

2. Syaikh Muhammad bin Ibrahim

Rokok haram karena di dalamnya ada racun. Al-Qur?an menyatakan, ?Dihalalkan atas mereka apa-apa yang baik, dan diharamkan atas mereka apa-apa yang buruk (kotoran).? (al-A?raf: 157). Rasulullah juga melarang setiap yang memabukkan dan melemahkan, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ummu Salamah ra. Merokok juga termasuk melakukan pemborosan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, rokok dan bau mulut perokok bisa mengganggu orang lain, termasuk pada jamaah shalat.

3. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Rokok haram karena melemahkan dan memabukkan. Dalil nash tentang benda memabukkan sudah cukup jelas. Hanya saja, penjelasan tentang mabuk itu sendiri perlu penyesuaian.

4. Ulama Mesir, Syria, Saudi

Rokok haram alias terlarang, dengan alasan membahayakan. Di antara yang mendukung dalil ini adalah Syaikh Ahmad as-Sunhawy al-Bahuty al-Anjalaby dan Syaikh Al-Malakiyah Ibrahim al-Qaani dari Mesir, An-Najm al-Gazy al-Amiry as-Syafi?i dari Syria, dan ulama Mekkah Abdul Malik al-Ashami.

5. Dr Yusuf Qardhawi

Rokok haram karena membahayakan. Demikian disebut dalam bukunya "Halal & Haram dalam Islam". Menurutnya, tidak boleh seseorang membuat bahaya dan membalas bahaya, sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah. Qardhawi menambahkan, selain berbahaya, rokok juga mengajak penikmatnya untuk buang-buang waktu dan harta. Padahal lebih baik harta itu digunakan untuk yang lebih berguna, atau diinfaqkan bila memang keluarganya tidak membutuhkan.

Rasulullah SAW bersabda "Tidak boleh memberi bahaya kepada diri sendiri dan tidak boleh memberi bahaya kepada orang lain." (HR Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan Ubadah)



Smoker ... oh Smoker

Minggu selepas siang itu, di halte dekat Tugu Pak Tani Gambir, udara cukup panas dan terasa makin gerah di dalam bus kopaja P-57, yang tiada kunjung jalan meski kursi penumpang sudah hampir penuh terisi. Pernah ga sih ngalamin, ketika dalam suasana seperti itu, tiba-tiba hidung kita terasa tertusuk suatu zat yang seakan-akan menyulitkan kita untuk bernafas ? Ya, asap mengepul dari rokok yang disulut oleh seorang penumpang, yang selanjutnya dengan santainya menyedot rokoknya lalu mengeluarkan asapnya hingga mengepul dan menyebar di dalam bus yang panas.

Aku berusaha menengok ke belakang untuk melihat apa ada tempat kosong untuk escape dari kepungan asap rokok tersebut. Eh.. ga tahunya selain kursi udah benar2 penuh, suasana di belakang gak jauh beda dengan yang di depan. Asap rokok mengepul dan menyebar ke ruangan. Suara beberapa batuk pun mulai terdengar, entah memang batuk beneran karena asap rokok itu atau isyarat halus bagi para smoker untuk menghentikan aktivitasnya.

Beberapa bulan yang lalu, kondisi serupa juga pernah aku alami. Saat itu aku berusaha dengan baik-baik minta pengertiannya untuk tidak merokok di dalam bus. Kebetulan saat itu memang aku lagi batuk, jadi dengan adanya asap rokok itu cukup menggangguku. Eh.. ternyata dianya malah ngedumel, dengan mengatasnamakan kebebasan dan hak untuk berbuat. Waduh...!

Sepertinya walaupun Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 sudah berlaku lama, ternyata kesadaran smoker untuk mentaatinya rasanya kurang sekali. Sehingga, hak masyarakat yang non-smoker untuk mendapatkan udara yang bersih bebas asap rokok seakan terabaikan. Kayaknya, semua pihak yang berkompeten dalam masalah ini (pemerintah, dokter, bahkan ulama) perlu bersinergi untuk memberikan edukasi yang cukup mengenai hal ini.

BAHAYA ROKOK
-----------------
(sumber : rokok.komunikasi.org)

Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen, dan setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah :
- Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru.
- Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan.
- Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.

Efek racun pada rokok ini membuat pengisap asap rokok mengalami resiko (dibanding yang tidak mengisap asap rokok):
-14x menderita kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan
-4x menderita kanker esophagus
- 2x kanker kandung kemih
- 2x serangan jantung
Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung, serta tekanan darah tinggi.
Menggunakan rokok dengan kadar nikotin rendah tidak akan membantu, karena untuk mengikuti kebutuhan akan zat adiktif itu, perokok cenderung menyedot asap rokok secara lebih keras, lebih dalam, dan lebih lama.

TIDAK ADA BATAS AMAN BAGI ORANG YANG TERPAPAR ASAP ROKOK.


HALAL GUIDE : Be Careful with Arak Dalam Berbagai Masakan

Halal Guide -- Anda suka masakan China (Chineese Food)? Masakan Jepang (Japaneese Food)? Atau barangkali suka mie goreng? Ikan bakar? Bahkan daging panggang? Hati-hatilah, karena kemungkinan masak-masakan lezat itu dimasak dengan arak. Penggunaan arak dalam masakan itu sepertinya sudah melekat, sulit dipisahkan. Banyak kegunaan yang diharapkan dari barang haram tersebut. Kegunaan pertama adalah melunakkan jaringan daging. Para juru masak meyakini bahwa daging yang direndam dalam arak akan menjadi empuk dan enak. Oleh karena itu daging yang akan dipanggang atau dimasak dalam bentuk tepanyaki seringkali direndam dalam arak.

Selain itu arak juga menghasilkan aroma dan flavor yang khas, yang oleh para juru masak dianggap dapat mengundang selera. Aroma itu muncul pada saat masakan dipanggang, ditumis, digoreng, atau jenis masakan lainnya. Munculnya arak itu memang menjadi salah satu ciri masakan Cina, Jepang, Korea dan masakan lokal yang berorientasi pada arak.

Jenis arak yang digunakan dalam berbagai masakan itu bermacam-macam ada arak putih (Pek Be Ciu), arak merah, arak putih (Ang Ciu), arak mie (Kue Lo Ciu), Arak gentong, dan lain-lain. Produsenya pun beragam, ada yang diimpor dari Cina, Jepang, Singapura bahkan banyak pula buatan lokal dengan menggunakan perasan tape ketan yang difermentasi lanjut (anggur tape). Penggunaan arak ini pun beragam, mulai dari restoran besar, restoran kecil bahkan warung-warung tenda yang buka di pinggir jalan.

Keberadaan arak ini masih jarang diketahui oleh masyarakat. Sementara itu ada kesalahan pemahaman di kalangan pengusaha atau juru masak yang tidak menganggap arak sebagai sesuatu yang haram. Kalau tentang daging babi, mungkin sudah cukup dipahami berbagai kalangan bahwa masakan itu dilarang bagi kaum muslim. Meskipun ada sebagian masyarakat yang melanggarnya, tetapi kebanyakan pengelola restoran tahu bahwa hal itu tidak boleh dijual untuk orang muslim

Lain halnya dengan arak. Sebagian besar kalangan pengelola restoran tidak menganggap bahan masakan itu haram hukumnya. Apalagi dalam proses pemasakannnya arak tersebut sudah menguap dan hilang. Sehingga anggapan itu menyebabkan mereka tidak merasa bersalah ketika menghidangkan masakan itu kepada konsumen muslim.

Anggapan itu tentu saja perlu diluruskan karena dalam Islam hukum mengenai arak atau khamr ini sudah cukup jelas, yaitu haram. Bukan saja mengkonsumsinya tetapi juga memproduksinya, mengedarkannya, menggunakan manfaatnya, bahkan menolong orang untuk memanfaatkannya. Nah, ini tentunya menjadi peringatan bagi kita semua agar lebih berhati-hati dalam membeli masakan, sekaligus juga menjadi perhatian bagi para pengelola restoran yang menjual produknya kepada masyarakat umum agar tidak menggunakan arak tersebut. (halal-guide .. MUI)

http://www.halalguide.info/content/view/898/38/

Puisi Hamka untuk Natsir

Puisi ini ditulis Hamka di Ruang Sidang Konstituante pada 13 November 1957, setelah mendengar pidato Moh. Natsir di Majlis Konstituante:

Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar

Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa

Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga

Suka dan duka kita hadapi
Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi

Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi

Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu .......!

Pidato Natsir dalam Sidang Konstituante tersebut memang luar biasa. Sebagai seorang ulama dan sastrawan, Hamka pun terpana dengan pidato Natsir itu, sampai menuliskan sebuah puisi khusus untuk Natsir. Ketika itulah, Natsir mengupas tuntas kelemahan sekularisme, yang dia katakan sebagai paham tanpa agama, atau la diiniyah. Sekularisme, kata Natsir, adalah suatu cara hidup yang mengandung paham, tujuan, dan sikap hanya di dalam batas keduniaan. ”Seorang sekularis tidak mengakui adanya wahyu sebagai salah satu sumber kepercayaan dan pengatahuan. Ia menganggap bahwa kepercayaan dan nilai-nilai itu ditimbulkan oleh sejarah ataupun oleh bekas-bekas kehewanan manusia semata-mata dan dipusatkan kepada kebahagiaan manusia dalam kehidupan sekarang ini belaka,” ujar Natsir.

Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan Islam sebagai dasar negara RI. Kata Natsir, ”Jika dibandingkan dengan sekularisme yang sebaik-baiknya pun, maka adalah agama masih lebih dalam dan lebih dapat diterima oleh akal. Setinggi-tinggi tujuan hidup bagi masyarakat dan perseorangan yang dapat diberikan oleh sekularisme, tidak melebihi konsep dari apa yang disebut humanity (perikemanusiaan). Yang menjadi soal adalah pertanyaan, ”Dimana sumber perikemanusiaan itu?”

Tokoh-tokoh Masyumi – yang kemudian mendirikan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia – adalah para pejuang Islam yang gigih dalam mengajukan konsep-konsep Islam, secara ilmiah dan argumentatif. Tetapi, mereka juga konsisten dalam memegang teguh aturan main secara konstitusional. Ketika perjuangan melalui jalur partai politik terganjal, para tokoh Masyumi pun menempuh jalur dakwah di masyarakat, masjid, pesantren, dan perguruan tinggi. Istilah mereka, dakwah adalah laksana air yang mengalir, tidak boleh berhenti, dan tidak bisa dibendung.

dikutip dari : Catatan Akhir Pekan - Adian Husaini (www.hidayatullah.com)