Fatwa MUI Tentang Perayaan Natal Bersama

image

FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA
Tentang Perayaan Natal Bersama


Menimbang:
1) Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama.
2) Ummat islam agar tidak mencampur-adukkan Aqidah dan ibadahnya dengan Aqidah dan ibadah agama lain.
3) Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah SWT.
4) Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar Ummat Beragama di Indonesia.

Meneliti kembali: Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain:

A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas:

1. Al-Qur'an surat Al-Hujarat ayat 13:
''Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa (kepada Allah), sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal''

2. Al-Qur'an surat Lukman ayat 15:
''Dan jika kedua orang tuamu memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu tidak ada pengetahuan tentang ini, maka janganlah kamu mengikutinya, dan pergaulilah keduanya di dunia ini dengan baik. Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian kepada Ku-lah kembalimu, maka akan Ku-beritakan kepada-mu apa yang telah kamu kerjakan''.

3. Al-Qur'an surat Mumtahanah ayat 8:
''Allah tidak melarang kamu (ummat Islam) untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (beragama lain) yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil''.

B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan:

1. Al-Qur'an surat Al-Kafirun ayat 1 - 6:
''Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku''.

2. Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 42:
''Janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya''.

C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas:

1. Al-Qur'an surat Maryam ayat 30 - 32:
''Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberikan Al Kitab(Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi dimana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup (Dan Dia memerintahkan aku) berbakti kepada ibuku (Maryam) dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.''

2. Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 285:
''Rasul (Muhammad) telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman; semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya (Mereka mengatakan): Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari Rasul-rasul-Nya dan mereka mengatakan: Kami mendengar dan kami taat. (Mereka berdoa) Ampunilah Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.

D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas:

1. Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 72:
''Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah itu ialah Almasih putera Maryam. Pada hal Almasih sendiri berkata: Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya sorga dan tempatnya ialah neraka, tidak adalah bagi orang zalim itu seorang penolong pun''.

2. Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 73:
''Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: Bahwa Allah itu adalah salah satu dari yang tiga (Tuhan itu ada tiga), pada hal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir itu akan disentuh siksaan yang pedih''.

3. Al-Qur'an surat At Taubah ayat 30
''Orang-orang Yahudi berkata'' Uzair itu anak Allah, dan orang-orang Nasrani berkata Almasih itu anak Allah. Demikian itulah ucapan dengan mulut mereka, mereka meniru ucapan/perkataan orang-orang kafir yang terdahulu, dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling''.

E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya(Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak. Hal itu berdasarskan atas :

Al-Quran surat Al-Maidah ayat 116 - 118:
''Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia (kaummu): Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah? Isa menjawab: Maha Suci Engkau (Allah),tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).Jika aku pernah mengatakannya tentu Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku sedangkan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib. Akut tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yangEngkau perintahkan kepadaku (mengatakannya), yaitu: Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Tetapi setelah Engkat wafatkan aku. Engkau sendirilah yang menjadi pengawas mereka. Engkaulah pengawas dan saksi atas segala sesuatu. Jika Engka menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu dan jika Engka mengampunkan mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu, berdasarkan atas :

Al-Qur'an surat Al-Ikhlas:
''Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak seorang pun/sesuatu pun yang setara dengan Dia''.

G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas:

1. Hadits Nabi dari Nu'man bin Basyir:
''Sesungguhnya apa-apa yang halal itu telah jelas dan apa-apa yang harampun telah jelas, akan tetapi di antara keduanya itu banyak yang syubhat (sebagian halal, sebagian haram), kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat itu. Barangsiapa yang memelihara diri dari yang syubhat itu, maka bersihlah agamanya dan kehormatannya, tetapi barangsiapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia telah jatuh kepada yang haram, misalnya semacam orang yang menggembalakan binatang di sekitar daerah larangan maka mungkin sekalin binatang makan di daerah larangan itu.Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang diharamkan-Nya (oleh karena itu yang haram jangan didekati)''.

2. Kaidah Ushul Fikih
''Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)''.

Majelis Ulama Indonesia memfatwakan:
1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata'ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.


Jakarta, 1 Jumadil Awal 1401 H
7 Maret 1981 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA


Ketua,
ttd.



K.H. M. SYUKRI GHOZALI

Sekretaris,
ttd.


Drs. H. MAS'UDI

Fatwa Tentang Ucapan Natal

Pada saat-saat ini, terdapat hal yang mungkin secara sadar atau tidak kita lakukan yaitu dengan memberikan ucapan selamat hari raya agama lain (dalam hal ini natal untuk pemeluk nasrani). Dan bahkan kita mungkin tidak perduli tentang hukum islam tentang hal itu karena seolah-olah telah menjadi sesuatu yang wajar-wajar saja (tidak disuruh juga tidak dilarang) pada masyarakat kita.

Memang harus diakui hal ini menjadi kontroversi tersendiri. Ada ulama yang mengharamkan dan ada yang tidak. Di negeri ini, ulama-ulama dari kalangan liberal, dengan berbagai alasan, mengatakan bahwa memberikan ucapan hari raya pemeluk agama lain tidaklah haram, baik dengan alasan toleransi, tidak ada hadist yang secara jelas menyatakannya, bahkan sampai ada yang mengatakan Jesus (Nabi Isa) kan juga nabinya umat Muslim.

Ayo mau mengikuti yang mana? Dalam masalah ini, aku mengikuti pendapat yang mengharamkan pengucapan selamat hari raya agama lain. Semoga, fatwa dari ulama terkemuka di bawah ini, bisa menjadi pencerahan bagi kita semuanya sehingga bisa meneguhkan aqidah kita.

------------------------------------------------------------------------------------------

Hukum Ucapan “Merry Christmas” (Selamat Hari Natal)

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan:

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah ditanya:

Bagaimana hukum mengucapkan Merry Christmas (Selamat Natal) kepada orang-orang Kafir? Bagaimana pula memberikan jawaban kepada mereka bila mereka mengucapkannya kepada kita? Apakah boleh pergi ke tempat-tempat pesta atau majlis yang mengadakan acara seperti ini? Apakah seseorang berdosa, bila melakukan sesuatu dari yang disebutkan tadi tanpa sengaja (maksud yang sebenarnya) namun dia melakukannya hanya untuk menghormati kawan, malu, perasaan atau sebab-sebab lainnya? Apakah boleh menyerupai mereka di dalam hal itu?

Jawaban:

Mengucapkan Merry Christmas (Selamat Natal) atau perayaan keagamaan mereka lainnya kepada orang-orang kafir adalah haram hukumnya menurut kesepakatan para ulama (ijma).

Hal ini sebagaimana dinukil dari Ibn al-Qayyim rahimahullah di dalam kitabnya Ahkam Ahl adz-Dzimmah, beliau berkata, Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama, seperti mengucapkan selamat terhadap Hari-Hari besar mereka dan puasa mereka, walau sekadar mengucapkan, Semoga Hari raya anda diberkati atau anda yang diberikan ucapan selamat berkenaan dengan perayaan hari besarnya itu dan semisalnya.

Perbuatan ini, kalaupun orang yang mengucapkannya dapat lari dari kekufuran, maka dia tidak akan lari dari melakukan hal-hal yang diharamkan. Ucapan semacam ini setara dengan ucapannya terhadap perbuatan sujud terhadap Salib bahkan lebih besar dari itu dosanya di sisi Allah. Dan amat dimurka lagi bila memberikan selamat atas minum-minum khamar, membunuh jiwa, melakukan perzinaan dan sebagainya. Banyak sekali orang yang tidak sedikitpun tersisa kadar keimanannya, yang terjatuh ke dalam hal itu sementara dia tidak sedar betapa buruk perbuatannya tersebut. Jadi, barangsiapa yang mengucapkan selamat kepada seorang hamba karena melakukan suatu maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka berarti dia telah menghadapi Kemurkaan Allah dan Kemarahan-Nya.

Mengenai kenapa Ibn al-Qayyim sampai menyatakan bahwa mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir berkenaan dengan perayaan hari-hari besar keagamaan mereka haram dan posisinya demikian, karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syiar-syiar kekufuran yang mereka lakukan dan meridhai hal itu dilakukan mereka sekalipun dirinya sendiri tidak rela terhadap kekufuran itu, akan tetapi adalah HARAM bagi seorang Muslim meridhai syiar-syiar kekufuran atau mengucapkan selamat kepada orang lain berkenaan dengannya karena Allah Taala tidak meridhai hal itu, sebagaimana dalam firman-Nya.

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” [Az-Zumar:7]

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu.” [Al-Ma`idah :3]

Jadi, mengucapkan selamat kepada mereka berkenaan dengan hal itu adalah haram, baik mereka itu rekan-rekan sepejabat dengan kita seorang (Muslim) ataupun tidak.

Bila mereka mengucapkan selamat berkenaan dengan hari-hari besar mereka kepada kita, maka kita tidak boleh menjawabnya karena hari-hari besar itu bukanlah hari-hari besar kita. Juga karena ia adalah hari besar yang tidak diridhai Allah Taala; baik disebabkan perbuatan mengada-ada ataupun disyariatkan di dalam agama mereka akan tetapi hal itu semua telah dihapus oleh Din-ul-Islam yang dengannya Nabi Muhammad Shallallhu ‘alaihi Wa Sallam diutus Allah kepada seluruh makhluk. Allah Taala berfirman.

“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi”. [Ali Imran:85]

Kerana itu, hukum bagi seorang Muslim yang memenuhi undangan mereka berkenaan dengan hal itu adalah HARAM karena lebih besar dosanya berbanding mengucapkan selamat kepada mereka berkenaan dengannya. Memenuhi undangan tersebut mengandung makna ‘ikut serta’ bersama mereka di dalamnya.

Demikian pula, haram hukumnya bagi kaum Muslimin menyerupai orang-orang Kafir, seperti mengadakan majlis atau pesta-pesta berkenaan dengan hari besar mereka tersebut, saling memberi hadiah, membagi-bagikan manisan, hidangan makanan dan semisalnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallhu ‘alaihi Wa Sallam,

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk sebahagian dari Mereka”. [Hadits Riwayat Abu Daud]

Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah berkata di dalam kitabnya Iqtidl` ash-Shirth al-Mustaqm, Mukhlafah Ashhb al-Jahm:

Menyerupai mereka di dalam sebagian hari-hari besar mereka akan menyebabkan timbulnya rasa senang di hati mereka atas kebatilan yang mereka lakukan, dan barangkali hal itu membuat mereka mencari-cari kesempatan (dalam kesempitan) dan menghinakan kaum lemah (iman). Dan barangsiapa yang melakukan sesuatu dari hal itu, maka dia telah berdosa, baik melakukannya karena berbasa-basi, ingin mendapatkan simpati, rasa malu atau sebab-sebab lainnya kerana ia termasuk bentuk peremehan (penghinaan) terhadap Dinullah dan merupakan sebab hati orang-orang kafir menjadi kuat dan bangga terhadap agama mereka."

Kepada Allah kita memohon agar memuliakan kaum Muslimin dengan Din mereka, menganugerahkan kemantapan hati dan memberikan pertolongan kepada mereka terhadap musuh-musuh mereka, sesungguhnya Dia Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

[Disalin dari Majmu Fatwa Fadllah asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Jilid.III, h.44-46, No.403]