HALAL GUIDE : Be Careful with Arak Dalam Berbagai Masakan

Halal Guide -- Anda suka masakan China (Chineese Food)? Masakan Jepang (Japaneese Food)? Atau barangkali suka mie goreng? Ikan bakar? Bahkan daging panggang? Hati-hatilah, karena kemungkinan masak-masakan lezat itu dimasak dengan arak. Penggunaan arak dalam masakan itu sepertinya sudah melekat, sulit dipisahkan. Banyak kegunaan yang diharapkan dari barang haram tersebut. Kegunaan pertama adalah melunakkan jaringan daging. Para juru masak meyakini bahwa daging yang direndam dalam arak akan menjadi empuk dan enak. Oleh karena itu daging yang akan dipanggang atau dimasak dalam bentuk tepanyaki seringkali direndam dalam arak.

Selain itu arak juga menghasilkan aroma dan flavor yang khas, yang oleh para juru masak dianggap dapat mengundang selera. Aroma itu muncul pada saat masakan dipanggang, ditumis, digoreng, atau jenis masakan lainnya. Munculnya arak itu memang menjadi salah satu ciri masakan Cina, Jepang, Korea dan masakan lokal yang berorientasi pada arak.

Jenis arak yang digunakan dalam berbagai masakan itu bermacam-macam ada arak putih (Pek Be Ciu), arak merah, arak putih (Ang Ciu), arak mie (Kue Lo Ciu), Arak gentong, dan lain-lain. Produsenya pun beragam, ada yang diimpor dari Cina, Jepang, Singapura bahkan banyak pula buatan lokal dengan menggunakan perasan tape ketan yang difermentasi lanjut (anggur tape). Penggunaan arak ini pun beragam, mulai dari restoran besar, restoran kecil bahkan warung-warung tenda yang buka di pinggir jalan.

Keberadaan arak ini masih jarang diketahui oleh masyarakat. Sementara itu ada kesalahan pemahaman di kalangan pengusaha atau juru masak yang tidak menganggap arak sebagai sesuatu yang haram. Kalau tentang daging babi, mungkin sudah cukup dipahami berbagai kalangan bahwa masakan itu dilarang bagi kaum muslim. Meskipun ada sebagian masyarakat yang melanggarnya, tetapi kebanyakan pengelola restoran tahu bahwa hal itu tidak boleh dijual untuk orang muslim

Lain halnya dengan arak. Sebagian besar kalangan pengelola restoran tidak menganggap bahan masakan itu haram hukumnya. Apalagi dalam proses pemasakannnya arak tersebut sudah menguap dan hilang. Sehingga anggapan itu menyebabkan mereka tidak merasa bersalah ketika menghidangkan masakan itu kepada konsumen muslim.

Anggapan itu tentu saja perlu diluruskan karena dalam Islam hukum mengenai arak atau khamr ini sudah cukup jelas, yaitu haram. Bukan saja mengkonsumsinya tetapi juga memproduksinya, mengedarkannya, menggunakan manfaatnya, bahkan menolong orang untuk memanfaatkannya. Nah, ini tentunya menjadi peringatan bagi kita semua agar lebih berhati-hati dalam membeli masakan, sekaligus juga menjadi perhatian bagi para pengelola restoran yang menjual produknya kepada masyarakat umum agar tidak menggunakan arak tersebut. (halal-guide .. MUI)

http://www.halalguide.info/content/view/898/38/

Puisi Hamka untuk Natsir

Puisi ini ditulis Hamka di Ruang Sidang Konstituante pada 13 November 1957, setelah mendengar pidato Moh. Natsir di Majlis Konstituante:

Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar

Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa

Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga

Suka dan duka kita hadapi
Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi

Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi

Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu .......!

Pidato Natsir dalam Sidang Konstituante tersebut memang luar biasa. Sebagai seorang ulama dan sastrawan, Hamka pun terpana dengan pidato Natsir itu, sampai menuliskan sebuah puisi khusus untuk Natsir. Ketika itulah, Natsir mengupas tuntas kelemahan sekularisme, yang dia katakan sebagai paham tanpa agama, atau la diiniyah. Sekularisme, kata Natsir, adalah suatu cara hidup yang mengandung paham, tujuan, dan sikap hanya di dalam batas keduniaan. ”Seorang sekularis tidak mengakui adanya wahyu sebagai salah satu sumber kepercayaan dan pengatahuan. Ia menganggap bahwa kepercayaan dan nilai-nilai itu ditimbulkan oleh sejarah ataupun oleh bekas-bekas kehewanan manusia semata-mata dan dipusatkan kepada kebahagiaan manusia dalam kehidupan sekarang ini belaka,” ujar Natsir.

Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan Islam sebagai dasar negara RI. Kata Natsir, ”Jika dibandingkan dengan sekularisme yang sebaik-baiknya pun, maka adalah agama masih lebih dalam dan lebih dapat diterima oleh akal. Setinggi-tinggi tujuan hidup bagi masyarakat dan perseorangan yang dapat diberikan oleh sekularisme, tidak melebihi konsep dari apa yang disebut humanity (perikemanusiaan). Yang menjadi soal adalah pertanyaan, ”Dimana sumber perikemanusiaan itu?”

Tokoh-tokoh Masyumi – yang kemudian mendirikan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia – adalah para pejuang Islam yang gigih dalam mengajukan konsep-konsep Islam, secara ilmiah dan argumentatif. Tetapi, mereka juga konsisten dalam memegang teguh aturan main secara konstitusional. Ketika perjuangan melalui jalur partai politik terganjal, para tokoh Masyumi pun menempuh jalur dakwah di masyarakat, masjid, pesantren, dan perguruan tinggi. Istilah mereka, dakwah adalah laksana air yang mengalir, tidak boleh berhenti, dan tidak bisa dibendung.

dikutip dari : Catatan Akhir Pekan - Adian Husaini (www.hidayatullah.com)


62 Tahun Piagam Jakarta

22 Juni 2007, hari ini tepat 62 tahun Piagam Jakarta di-release. Piagam Jakarta disusun oleh Panitia Sembilan dari BPUPKI. Piagam Jakarta atau Jakarta Charter merupakan kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan.
Ada yang masih inget bunyinya kah? Kalo lupa, please find below:

Bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu jalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perdjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai (lah) kepada saat jang berbahagia dengan selamat-sentausa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indnesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, menurut dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.

Djakarta, 22 Juni 1945

Ir. Soekarno
Mohammad Hatta
A.A. Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir
H.A. Salim
Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Muhammad Yamin

“Piagam Jakarta sebenarnya merupakan gentlemen’s agreement dari bangsa ini. Sayang, kalau generasi selanjutnya justru mengingkari sejarah.” (Prof. Kasman Singodimedjo).


Anjuran Untuk Memakan Hasil Kerja Sendiri

Riyadhus Shalihin
Syarah dan Terjemah


Allah Ta'ala berfirman,

10:62


"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (Al-Jumu'ah : 10).

Hadits 1/539

Abu Abdullah bin Az-Zubair bin Al-Awwan ra. berkata bahwa Rasululllah saw. bersabda, "Sekiranya seorang di antara kalian membawa talinya, lalu pergi ke gunung kemudian datang dengan membawa seikat kayu bakar di punggungnya untuk dijual, kemudian Allah mencukupkannya (dari meminta-minta), itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang, baik diberi maupun tidak diberi." (h.r. Bukhari).

Pelajaran-pelajaran hadits
1. Anjuran untuk bekerja demi mendapatkan rezeki kendatipun seseorang menjalani profesi hina dan sederhana menurut kacamata manusia.
2. Kesungguhan jiwa dalam mencari rezeki yang halal.

Hadits 2/540

Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sekiranya seseorang di antara kalian mencari seikat kayu bakar lalu dibawa ke atas punggungnya, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, diberi atau tidak." (muttafaq 'alaih).

Hadits 3/541

Abu Hurairah ra. meriwayatkan dari Nabi saw. Beliau bersabda, "Adalah Abu Dawud as. tidak memakan selain hasil kerjanya." (h.r. Bukhari).

Pelajaran hadits
Anjuran untuk bekerja dan memakan makanan yang dibeli dengan hasil kerja sendiri sebagaimana yang dilakukan Dawud as.

Hadits 4/542

Abu Hurairah ra. meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, "Adalah Zakaria as. itu seorang tukang kayu." (h.r. Muslim).

Pelajaran hadits
Keutamaan bekerja dan berproduksi untuk meneladi perilaku para Nabi Allah.

Hadits 5/543

Miqdad bin Ma'dikarib ra. meriwayatkan dari Nabi saw. yang bersabda, "Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik daripada ia memakan hasil kerja tangannya sendiri." (h.r. Bukhari)

Pelajaran hadits
Makanan yang paling baik dan kehidupan yang paling damai adalah makanan dan kehidupan yang dihasilkan oleh usaha dan tenaganya sendiri.

Catatan :
Secara umum pelajaran yang dapat diambil dari bab ini adalah sbb:
1. Anjuran untuk memenuhi sebab dan itu tidak bertentangan dengan tawakal kepada Allah Azza wa Jalla.
2. Pentingnya percaya kepada diri sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidup dan agar seseorang tidak menghinakan dirinya di hadapan orang lain. Bekerja dan berusaha adalah pendidikan kemandirian yang bisa tumbuh dalam diri. Hal ini juga dimaksudkan agar seseorang tidak tunduk kepada kemalasan dan mengemis kepada orang lain. Sebab, Islam adalah agama kehidupan dan agama kerja untuk kebaikan dunia dan akhirat.


Senyum dan Sepatah Bahasa China Syeikh Sudais Islamkan Lima Orang

Kelembutan, kesantunan dan keramah-tamahan yang dengan tulus ditampilkan oleh seorang muslim adalah laksana udara pagi nan segar yang dihirup oleh manusia, hingga membuat hatinya menjadi damai, tentram dan tentu saja rasa cinta yang tulus untuk selalu membutuhkannya. Kisah di bawah ini kiranya dapat menjadi teladan bagi kita untuk menjadi muslim yang sejati dalam hidup bermasyarakat.

----------------------------------------------->

Syeikh Abdurrahman Al-Sudais, salah seorang imam Masjidil Haram Mekah, memiliki suara bacaan Al-Qur`an yang khas, sehingga hampir semua kaum Muslimin yang pernah menunaikan haji atau umrah akrab dengan suaranya.


Oleh karena itulah suara merdu bacaan Al-Qur`an secara tartil (bacaan tanpa lagu) itu menyebar ke seantero dunia lewat kaset dan cakram digital (Compact Disc/CD). Dan, suaranya pun sering terdengar di masjid-masjid mancanegara.

Selain suara khas yang kadang-kadang membuat mata tidak terasa meneteskan air tangis haru, sang Imam yang bergelar doktor (S3) itu terkenal ramah dan lemah lembut, serta cepat akrab dengan siapa saja.

Sikap cepat akrab dan lemah lembut dengan selalu menebar senyum itulah yang membuat banyak orang betah menemaninya, apalagi untuk mengobrol seputar masalah-masalah agama.

Dan, satu lagi kelebihan Imam Masjidil Haram itu adalah senang "mengoleksi" banyak bahasa, walaupun hanya sepatah kata, terutama bahasa gaul. Senyum lembut, yang dalam ajaran Islam bernilai sedekah itu ditambah dengan sepatah bahasa setempat itulah membuat beberapa orang yang tadinya tidak mengenal Islam sama sekali,menjadi tertarik.

Salah satu contohnya terjadi saat sang imam menginap selama dua malam di salah satu hotel di "diplomatic area" di kota Beijing belum lama ini. Syeikh Sudais dapat meng-Islamkan lima orang China dari karyawan hotel tersebut yang tertarik dengan sikap sang imam.

"Di tengah malam dua warga China datang di kamar hotel, dan ia menyatakan ingin memeluk Islam. Saya jelaskan lewat seorang penerjemah lulusan salah satu Universitas Islam di Saudi, agar kunci pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadah," katanya seperti dikutip harian Al-Riyadh, Saudi, Senin (11/6).

Tidak beberapa lama lagi, tiga orang lainnya datang ke ruangan Syeikh Sudais yang tidak pernah ditutupnya dari sejak masuk hotel hingga kembali ke negaranya. Ketiga orang warga negeri Tirai Bambu itu datang berniat yang sama.

Setelah acara pengucapan kalimah syahadah, Syeikh menanyakan lewat penerjemah sebab mereka tertarik masuk Islam. Mereka serempak menjawab "tertarik dengan sikap Syeikh yang selalu hangat dengan senyum lembut".

"Selain itu, rasa percaya penuh kepada kami karena pintu kamar Syeikh selalu dibuka hingga meninggalkan hotel. Dan, satu lagi, sapaan Syeikh dengan bahasa China yang didapatnya pada hari pertama tiba," ujar mereka.

Paling tidak, pengalaman Syeikh Sudais itu sebagai salah satu bukti bahwa Islam tersebar bukan karena aksi teror, namun lewat sikap bersahaya dan keakraban kaum Muslimin terhadap sesama tanpa membedakan agama, bangsa, ras dan golongan. [ant/www.hidayatullah.com]


Kerja adalah Kehormatan

Seorang eksekutif muda sedang beristirahat siang di sebuah kafe terbuka. Sambil sibuk mengetik di laptopnya, saat itu seorang gadis kecil yang membawa beberapa tangkai bunga menghampirinya.

”Om beli bunga Om.”

”Tidak Dik, saya tidak butuh,” ujar eksekutif muda itu tetap sibuk dengan laptopnya.

”Satu saja Om, kan bunganya bisa untuk kekasih atau istri Om,” rayu si gadis kecil.

Setengah kesal dengan nada tinggi karena merasa terganggu keasikannya si pemuda berkata, ”Adik kecil tidak melihat Om sedang sibuk? Kapan-kapan ya kalo Om butuh Om akan beli bunga dari kamu.”

Mendengar ucapan si pemuda, gadis kecil itu pun kemudian beralih ke orang-orang yang lalu lalang di sekitar kafe itu. Setelah menyelesaikan istirahat siangnya, si pemuda segera beranjak dari kafe itu. Saat berjalan keluar ia berjumpa lagi dengan si gadis kecil penjual bunga yang kembali mendekatinya.

”Sudah selesai kerja Om, sekarang beli bunga ini dong Om, murah kok satu tangkai saja.” Bercampur antara jengkel dan kasihan si pemuda mengeluarkan sejumlah uang dari sakunya.

”Ini uang 2000 rupiah buat kamu. Om tidak mau bunganya, anggap saja ini sedekah untuk kamu,” ujar si pemuda sambil mengangsurkan uangnya kepada si gadis kecil. Uang itu diambilnya, tetapi bukan untuk disimpan, melainkan ia berikan kepada pengemis tua yang kebetulan lewat di sekitar sana.

Pemuda itu keheranan dan sedikit tersinggung. ”Kenapa uang tadi tidak kamu ambil, malah kamu berikan kepada pengemis?” Dengan keluguannya si gadis kecil menjawab, ”Maaf Om, saya sudah berjanji dengan ibu saya bahwa saya harus menjual bunga-bunga ini dan bukan mendapatkan uang dari meminta-minta. Ibu saya selalu berpesan walaupun tidak punya uang kita tidak bolah menjadi pengemis.”

Pemuda itu tertegun, betapa ia mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari seorang anak kecil bahwa kerja adalah sebuah kehormatan, meski hasil tidak seberapa tetapi keringat yang menetes dari hasil kerja keras adalah sebuah kebanggaan. Si pemuda itu pun akhirnya mengeluarkan dompetnya dan membeli semua bunga-bunga itu, bukan karena kasihan, tapi karena semangat kerja dan keyakinan si anak kecil yang memberinya pelajaran berharga hari itu.

Tidak jarang kita menghargai pekerjaan sebatas pada uang atau upah yang diterima. Kerja akan bernilai lebih jika itu menjadi kebanggaan bagi kita. Sekecil apapun peran dalam sebuah pekerjaan, jika kita kerjakan dengan sungguh-sungguh akan memberi nilai kepada manusia itu sendiri. Dengan begitu, setiap tetes keringat yang mengucur akan menjadi sebuah kehormatan yang pantas kita perjuangan.

Oleh : Andrie Wongso


Melatih Kepekaan Diri

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Andaikata kita ingin tahu bagaimana masa depan kita, sederhana sekali, lihat apa yang kita lakukan saat ini. Kalau saat ini kita pemalas, yang akan terjadi adalah masa depan yang suram. Begitupun bila licik, pasti masa depan kita tidak berbeda jauh dengan kelicikan yang dikerjakan saat ini. Karena segala yang kita lakukan akan kembali kepada pelakunya.

Perbuatan baik akan menjadi buah kebaikan, tidak sekarang mungkin nanti. Begitu pula jika amat buruk yang dikerjakan, pasti berbuah keburukan pula. Kita semua sungguh harus menyadari dan memahami, tidak ada yang celaka, kecuali buah dari pekerjaan kita sendiri.

Oleh karena itu, kewajiban kita hanya dua hal. Pertama, serius mencari dan menemukan kekurangan diri; tidak usah sibuk membela diri. Kedua, mengembang terus kemampuan supaya mampu berbuat lebih baik. Karena kemuliaan seseorang dilihat dari tingkat manfaatya bagi orang lain. Orang memang cenderung tebih sibuk dengan kepentingan dirinya, dengan aktivitas yang menguntungkan diri. Padahal, tidak akan pemah mulia orang yang sibuk untuk mencari keuntungan diri. Orang yang sukses dan mulia adalah mereka yang sibuk beraktivitas untuk kemaslahatan orang banyak. Orang yang sukses adalah mereka yang senantiasa berbuat yang terbaik untuk orang lain. Sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, dalam setiap detik kehidupannya betiau berkorban siang malam demi kebaikan umat.

Untuk itu, agar masa depan kita lebih balk, sukses, dan bermanfaat, kita harus belajar dan berupaya untuk memiliki kepekaan dan kepedulian. Terutama peka untuk menambah amal, ilmu, dan berempati terhadap orang lain dan berupaya menarik hikmahnya. Begitu ada ladang amal, segera kerjakan. Jangan ditunda-tunda. Juga terbadap ilmu, setiap ada pertemuan harus menjadi ilmu dan hikmah yang manfaat bagi kita. Sungguh rugi bila aktivitas kita tak menambah ilmu dan hikmah. Ingat, jangan sampai ada perbuatan dan perkataan kita yang mendzalimi atau menyakiti hati orang lain.

Mudahmudahan dengan selalu melatih kepekaan dan kepedulian, menjadikan masa depan kita lebih baik, lebih berkah, dan lebih maslahat.
Wallahu a'lam bishshawab.